Rendi Pamungkas
JEMBER, www.jembertoday.net – Menjelang pemilihan umum, baik itu pilpres, pileg, pilkada, maupun pilkades, praktik serangan fajar semakin marak terjadi di berbagai daerah. Konsep kampanye ini melibatkan pemberian uang atau barang kepada masyarakat sebagai iming-iming untuk menarik suara pemilih. Meskipun terlihat menarik di permukaan, praktik ini seharusnya dipandang sebagai bentuk pembodohan masyarakat yang berpotensi merusak tatanan demokrasi.
Serangan fajar seringkali dilaksanakan secara masif oleh para calon pemimpin dengan tujuan untuk meraih dukungan suara secara instan. Praktik ini menciptakan ketergantungan masyarakat terhadap imbalan materi, sehingga mengaburkan esensi dari demokrasi itu sendiri. Alih-alih mendorong masyarakat untuk memilih berdasarkan visi, misi, dan kapasitas calon, mereka justru didorong untuk memilih berdasarkan keuntungan finansial sesaat.
Baca Juga : Pola Pikir Konsumtif: Masyarakat Cenderung Pilih Kendaraan Pribadi, Berdampak Kemacetan
Dampak dari money politic ini sangat merugikan. Masyarakat yang seharusnya kritis dan cerdas dalam menentukan pilihan menjadi tidak peka terhadap kualitas pemimpin yang akan mereka pilih. Hal ini dapat mengarah pada pemilihan pemimpin yang tidak kompeten, yang pada akhirnya dapat menghambat pembangunan dan kemajuan daerah. Pembodohan semacam ini menciptakan siklus negatif, di mana masyarakat tidak lagi memperhatikan kinerja pemimpin setelah terpilih, karena mereka merasa telah mendapatkan imbalan saat pemilu.
Lebih jauh lagi, budaya serangan fajar dapat memperparah masalah korupsi dan praktik politik uang. Ketika masyarakat terbiasa memilih berdasarkan imbalan, calon pemimpin pun akan merasa terbebani untuk memberikan uang atau barang agar terpilih. Ini menciptakan lingkaran setan yang sulit untuk dipecahkan dan mengakibatkan kerusakan pada sistem demokrasi.
Baca Juga : Fakta-fakta Mobil Maung Milik Hendy Siswanto
Sementara itu, untuk membangun demokrasi yang sehat, penting bagi masyarakat untuk memiliki pemahaman yang baik tentang tanggung jawab mereka sebagai pemilih. Masyarakat perlu diajarkan untuk memilih berdasarkan kriteria yang lebih substansial, seperti integritas, kapasitas, dan program yang ditawarkan oleh calon pemimpin.Oleh karena itu, untuk menghentikan praktik kotor berpolitik yang berpotensi merusak budaya demokrasi, perlu adanya kesadaran kolektif dan edukasi politik yang lebih intensif. Dengan demikian, masyarakat dapat menjadi pemilih yang cerdas dan bertanggung jawab, demi masa depan yang lebih baik. (RenPam)