JEMBER, www.jembertoday.net – Jelang pilkada 2024 pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial membuat kebijakan cukup mengejutkan. Dilansir dari https://news.detik.com/pilkada/d-7536075/mensos-gus-ipul-ikut-rekomendasi-kpk-tak-salurkan-bansos-saat-pilkada, Menteri Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) asal PKB, yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo, memutuskan untuk menghentikan sementara bantuan sosial, yaitu PKH (Program Keluarga Harapan), BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai), Bantuan Beras 10 Kg (BSB, Bantuan Tunai Langsung Dana Desa (BLT DD), dan Bantuan Tunai Langsung Mitigasi Pangan.
Alasannya, Kemensos ikut arahan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Sebab diduga bantuan sosial tersebut dijadikan alat oleh pasangan calon (paslon), khususnya petahana (incumbent) untuk propaganda.
Tentu KPK punya alasan dalam memberikan rekomendasi tersebut. Tujuannya agar penyaluran bantuan sosial tidak disalahgunakan untuk kepentingan segelintir orang.
Akan tetapi situasi dan kondisi ekonomi Indonesia pada Tahun 2024 ini mengalami pelemahan. Puluhan industri mulai tutup, gulung tikar, sebab tidak mampu bersaing dengan produk-produk impor. Contohnya industri tekstil dan sepatu.
Pengusaha-pengusaha baru yang dikenal dengan bisnis startup juga tidak bertahan lama. Tidak sampai 10 tahun mereka kolaps. Sebut saja JI.ID (e-comerce), Zenius (edutech), Fabelio (furnitur), TaniHub (e-grocery), Stoqo (kuliner), Qlapa (e-comerce) dan masih ada lainnya. Akibatnya pengangguran makin banyak.
Belum lagi ditambah fresh graduate yang tiap tahunnya berjumlah ribuan. Kebanyakan dari mereka tidak benar-benar siap kerja. Lowongan kerja dan dengan pencari pekerjaan.
Gambaran ekonomi tersebut mendowngrade masyarakat level menengah. Mereka harus turun berebut rejeki di kelas bawah, yang menambah susah orang miskin.
Di Kabupaten Jember, sebelum Gus Ipul mengeluarkan aturan penundaan bantuan sosial, Sekda Hadi Sasmito atas instruksi Pjs Bupati Jember Imam Hidayat, menunda penyaluran bantuan sosial yang bersumber dari APBD.
Yang paling menonjol dan disorot banyak orang adalah penundaan pencairan insentif guru ngaji dengan total anggaran 30 miliar lebih.
Demikian pula bantuan sosial yang biasa disalurkan oleh Dinas Sosial, seperti BLT dari DBHCHT, bedah rumah, bantuan insidentil hingga kebencanaan.
Salah seorang Keluarga Penerima Manfaat dari bantuan sosial di Jember, Holilah, mengaku kecewa karena bantuan sosial dihentikan. “Saya nggak bisa lagi mengharap. Padahal selama ini bantuan itu sangat membantu saya dan keluarga. Ya untuk kebutuhan sekolah, untuk modal jualan dan kebutuhan dapur,” ujar Holilah.
Di dalam keluarganya ada 6 orang tinggal bersama. Holilah, suami, mertua, adik dan 2 anaknya yang masih kecil. Penghasilan suami tidak bisa dipastikan setiap hari. Selama ini Holilah menerima BLT dari Kemensos. Dengan ditundanya bantuan itu makin berat beban hidupnya.
Diberitahu, penundaan bansos itu karena alasan politik, Holilah berkomentar, “Jangan dikait-kaitkan ya mas. Kalau politik ya politik tapi kalau rakyat kecil kan kecewa.”
Senada dengan Holilah. Suyati (65) penerima BPNT sejak 2 tahun lalu juga kecewa. Dikatakan oleh anaknya, Devi, selama ini bantuan (uang) itu untuk keperluan ibunya.
“Saya tidak setuju mas. Karena BLT, BPNT, PKH itu nggak ada hubungannya dengan pilkada. Jadi kalau bisa jangan dikait-kaitkan!” ujar Devi.
Kedua orang di atas adalah suara hati rakyat kecil, penerima bansos kecewa dengan keputusan pemerintah.
Bukankah amanat UUD 1945 PASAL 34 menyatakan “Fakir Miskin dan Anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara” dan selanjutnya dalam Pasal 27 Ayat (2) menyatakan “Bahwa tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Dengan penundaan penyaluran bansos dikuatirkan akan memperparah kondisi kemiskinan di Indonesia, setidaknya 2 bulan ke depan. (Sgt)