
JAKARTA, www.jembertoday.net – Ketua Dewan Pakar ASPRINDO, Prof Didin mengungkapkan selama 10 tahun terakhir pemerintahan Jokowi, big push yang berfokus pada pembangunan infrastruktur itu meninggalkan rakyat. Sementara pada zaman Prabowo Subianto, walaupun mengusung ekonomi rakyat, belum menyelesaikan permasalahan yang ada.
“Ada MBG yang sudah menyedot Rp.171 triliun, walaupun yang direalisasikan baru Rp.4,4 triliun. Lalu Koperasi Desa Merah Putih yang dinyatakan akan hadir di lebih dari 80 ribu desa untuk mendorong pergerakan ekonomi rakyat di pedesaan dengan pendampingan. Kalau itu berjalan, maka itu sangat bagus. Namun yang jadi pertanyaan, apakah SDM yang ada di desa itu memadai untuk mengelola koperasi desa dengan 6 outletnya itu. Managementnya bagaimana?”kata Prof Didin, dalam keterangannya, Rabu (13/8/2025).
Prof Didin pun menyoroti roh koperasi yang berbasis gotong royong, bukan entitas liberal, untuk kesejahteraan anggotanya secara bersama. Ia pun mempertanyakan kemampuan para anggota koperasi dalam mengelola anggaran senilai Rp2 miliar hingga Rp5 miiliar, yang disalurkan oleh pemerintah.
“Kalau program Koperasi Desa dijalankan dengan pendampingan dalam ketrampilan manajemen serta penyadaran ruh koperasi, maka itu bisa menimbulkan multiplier effect yang besar di pedesaan. Ada anggaran besar yang masuk ke desa. Lalu bagaimana pengawasannya? Jika tidak dibimbing dengan baik, maka akan berujung pada kredit macet. Perhitungan yang ada menyatakan nilai kredit macetnya bisa mencapai Rp.85 triliun dalam 5 tahun. Ini bukan sinisme ya, tapi masukan pada pemerintah. Agar risiko itu bisa diminimalisir,”jelasnya.
Hal yang sama juga harus diterapkan pada program Sekolah Rakyat, yang memiliki nilai anggaran besar. Ia berpendapat, sebaiknya pemerintah menyalurkan anggaran yang besar itu pada sekolah inpres yang sudah ada di kecamatan dan pedesaan.

“Masalah sekolah-sekolah itu ditinggalkan, karena kurangnya fasilitas, kurangnya guru, kurikulumnya tidak berkembang. Lalu kenapa tidak memperbaiki yang ada. Renew saja harusnya. Saya khawatir, dengan sistem gratis pada Sekolah Rakyat, akan semakin mematikan sekolah inpres yang kondisinya semakin memburuk,”ungkapnya.
Dan yang paling puncak adalah Danantara. Konsep yang pernah dikemukakan oleh ayah dari Presiden Prabowo Subianto, Soemitro Djojohadikusumo-yang notabene adalah seorang ekonom dan politisi Indonesia serta mantan Ketua Umum Partai Sosialis Indonesia-yang memimpikan konsep ekonomi state-led development.
“Negara-negara Skandinavia dan Jepang berhasil dengan sistem tersebut. Yang perlu ditekankan, sistem ini membutuhkan sistem politik yang tidak transaksional. Sistem yang tidak mengizinkan kebocoran sedikit pun. Sementara, dari hasil penelitian saya, kebocoran APBN saat ini mencapai 40 hingga 57 persen. Lebih bocor dibandingkan era Soeharto. Kalau mau berhasil, pemerintah harus serius memberantas korupsi,”tegas Prof Didin.
Soemitro menyatakan agar memilih 6 BUMN terbaik untuk dijadikan alat kesejahteraan rakyat. Sovereign wealth fund seperti ini, menurutnya adalah hal yang luar biasa.
“Dana abadi negara yang bersumber dari aset dan omset dari sekitar 1.000 BUMN dengan aset total Rp15.000 triliun yang diserahkan, atas dasar UU 1 Tahun 2025. Kemarin itu ada Rp90 triliun dividen BUMN yang diserahkan ke Danantara. Sebelumnya Rp80 triliun. Tambahan lagi, ada pernyataan dari politisi PDIP, bahwa Danantara meminjam 10 miliar Dollar ke Bank Asing. Pertanyaannya, kerugian mis-management Danantara kan tidak bisa dipidanakan, jadi kok seperti entitas swasta,”ujarnya.
Saat dikaitkan dengan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kesejahteraan rakyat, yang jika diaplikasikan kepada BUMN maka, fungsi BUMN adalah sebagai public service obligation dan CSR.
“Terlepas dari banyaknya kritik, tetap ada yang sampai ke rakyat. Dengan ada Danantara, apalah fungsi PSO dan CSR itu tetap melekat pada BUMN atau lebih berfokus pada investasi yang relasi pada kesejahteraan pada rakyatnya tidak terlihat. Saya berharap, Danantara ini tidak menyimpang dari UUD 1945. Tapi, kalau Danantara itu berhasil dikelola, seperti layaknya Temasek, maka itu sangat bagus,”paparnya.
Prof Didin menegaskan bahwa BUMN maupun Danantara dan seluruh program pemerintah harus menjadi subject of control dari semua pihak. Pengawasan tak bisa hanya oleh Presiden, tapi juga melibatkan DPR.
“Pemerintah, rakyat, cendekiawan harus mengawasi seluruh program ini, agar benar-benar memberi kesejahteraan pada rakyat, jangan sampai bocor, kalau rugi harus bisa diaudit dan dipertanggungjawabkan. Jangan sampai aset milik rakyat ini tidak perform,”harapnya Prof. Didin diakhir kesempatan tersebut. (red)