JEMBER, www.jembertoday.net – Komunitas Perempuan Kebayaan Jember merayakan penetapan UNESCO atas Kebaya Kerancang dan Labuh sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) asli Indonesia.
Kebaya merupakan pakaian asli perempuan Indonesia dan kini telah diakui oleh badan internasional PBB yakni United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau UNESCO sejak 4 Desember 2024.
Baca Juga : Perluasan Jaringan, FK UNEJ Jalin Kerja Sama dengan Dinkes Kabupaten Probolinggo
Perjuangan panjang perempuan Indonesia ke tingkat dunia membuahkan hasil manis dan patut dirayakan oleh Kartini-Kartini jaman now. Tasyakuran itu juga dalam rangka perkenalan pengurus baru Komunitas Perempuan Kebayaan Jember periode 2025 sampai 2028.
Ketua yang baru, Nanik Indra Puji Astutik Sukarno, menyatakan komunitasnya itu memiliki visi misi melestarikan budaya nusantara. “Salah satunya adalah kebaya, yaitu melestarikan kebaya sebagai busana tradisional Indonesia dan sebagai busana nasional,” ungkap Nanik kepada Jember Today di Hotel Royal Jember, Minggu, (2/2/2025).
Perjuangan para perempuan Indonesia di tingkat nasional juga telah membuahkan hasil dengan ditetapkannya tanggal 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional. Tahun 2024 merupakan tahun pertama penetapan Hari Kabaya Nasional. “Alhamdulillah pada tanggal 4 Desember tahun kemarin (2024) sudah diakui oleh UNESCO bahwa kebaya sebagai warisan budaya tak benda asli Indonesia,” ungkap Nanik.
Jenis kebaya yang ditetapkan adalah Kebaya Kerancang dan Labuh.
Baca Juga : Penutupan Jember Motocamp Fest 2024, Rangkaian Terakhir Multi Event Dispora
Komunitas mengembangkan kembali gerakan berbusana kebaya lewat media sosial. Tiap anggota dalam kegiatannya masing-masing mempunyai kewajiban meng-upload kegiatan dengan berbusana kebaya. Ini merupakan sosialisasi kepada masyarakat khususnya para perempuan terlebih perempuan muda agar lebih mencintai kebaya.
Ada juga upaya lain yakni setiap hari selasa seluruh anggota komunitas diajak berbusana kebaya, baik dalam situasi bekerja di tempat masing-masing atau bahkan saat di rumah atau ke pasar sekali pun, terang Nanik.
Sementara itu, Ketua Panitia Ir Nunung Nuring Hayati, ST., MT, menjelaskan tujuan kegiatannya. “Hari memperingati ditetapkannya kebaya Labuh dan Kerancang sebagai warisan budaya tak benda Indonesia dari UNESCO,” terang Nunung yang sehari-hari berprofesi sebagai seorang dosen di fakultas teknik Universitas Jember (UNEJ).
Nunung juga menjelaskan acara tersebut sekaligus sebagai perkenalan pengurus baru Perempuan Kebayaan Jember periode kedua, 2025-2028. Hingga saat ini ada kurang lebih 100 perempuan dari berbagai profesi dan ibu rumah tangga telah bergabung dalam komunitas pecinta budaya tradisonal itu.
Menurut Nunung, kebaya Labuh merupakan kebaya asli dari Kepulauan Riau dengan ciri-ciri sama seperti kebaya kebanyakan tetapi ditambahi aksesoris seperti penutup jari-jari dari bahan kemasan. Sedangkan kebaya Kerancang berasal dari Jawa Barat dengan ciri-ciri kain bajunya banyak bordiran. Nunung memakai Kabaya Labuh dan Nanik memakai kebaya Kerancang.
Menurut Nunung, di Kabupaten Jember hingga saat ini belum ditemukan atau belum diakui kebaya lokal Jember. Untuk hal itu masih diperlukan kajian dan telaah budaya, yang akan melibatkan banyak komunitas baik di dalam maupun di luar Jember. Sebab memang masyarakat Kabupaten Jember merupakan percampuran masyarakat pendatang, terbanyak adalah suku Madura dan Jawa. Masyarakat Jember lebih diistilahkan sebagai masyarakat Pendalungan.
Sebagai seorang dosen, setiap hari selasa Nunung selalu memakai Kabaya dalam mengajar mahasiswanya di Fakultas Teknik UNEJ, untuk ikut mendukung gerakan gemar memakai kebaya.
Ia juga mengundang komunitas lain pada acara tersebut, seperti Tanoker, komunitas Pandalungan, Komunitas Musik Jember, ILDI (Ikatan Line Dance Indonesia) Jember, dan tidak lupa Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember.
Masih di tempat yang sama, pembina Komunitas Perempuan Kebayaan Jember, Dhebora Krisnowati S, dalam sambutannya mengajak semua perempuan agar lebih mencintai kebaya. Dhebora, pensiunan PNS dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember itu menyatakan kebanggaannya memakai kebaya, sebab ia merasa anggun saat berkebaya.
Saat perempuan memakai busana kebaya, menurut Dhebora, terlihat anggun dan mempesona. Tetapi dibalik itu perempuan juga menggambarkan kekuatan yang luar biasa. Dalam catatan sejarahnya, pekerja perempuan Jawa dan Sumatra selalu memakai kebaya ketika bekerja di kebun atau sawah.
Ia mengajak semua perempuan untuk gemar memakai kebaya, yang dulunya agak ribet sekarang lebih mudah. Dhebora menegaskan bahwa memakai kebaya itu enak dan menyenangkan, hanya tinggal merubah image pemakainya. (Sgt)