JEMBER, www.jembertoday.net – Dalam rangka memperingati HUT Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jember (UNEJ) yang ke-60, digelar sebuah pementasan wayang kulit yang mengangkat lakon “Wahyu Katentreman.”
Pementasan wayang kulit itu sukses menyedot perhatian mahasiswa, dosen, dan masyarakat sekitar yang antusias datang untuk menyaksikan kebudayaan Jawa yang kaya akan nilai filosofis dan spiritual ini.
Cerita “Wahyu Katentreman” sendiri memiliki makna mendalam, menggambarkan wahyu atau anugerah yang membawa ketenangan dan kedamaian. Makna ini dirasa sangat relevan dalam kehidupan modern, terutama bagi generasi muda yang sering kali menghadapi tantangan hidup yang kompleks. Dalam lakon ini, harapan untuk tercapainya ketenangan dan kedamaian menjadi pesan utama yang diharapkan dapat diresapi oleh para penonton. Cerita “Wahyu katentreman” mengangkat filosofi kedamaian dalam kehidupan.
Baca Juga : Pola Pikir Konsumtif: Masyarakat Cenderung Pilih Kendaraan Pribadi, Berdampak Kemacetan
Wakil Dekan III FIB Universitas Jember, Ikwan Setiawan, menyampaikan bahwa pementasan ini bukan hanya hiburan, tetapi juga bentuk nyata dari pelestarian budaya. “Kami berharap acara ini dapat menjadi sarana bagi generasi muda, terutama mahasiswa, untuk memahami dan merawat budaya bangsa. Salah satu poin penting dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah pengabdian pada masyarakat, dan pelestarian budaya adalah bentuk pengabdian yang sangat penting,” ujar Ikwan, Jumat malam, (1/11/2024).
Pementasan wayang kulit tersebut menarik antusiasme mahasiswa terhadap seni tradisional. Karina, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, mengungkapkan rasa bangganya terhadap pementasan ini. “Saya merasa acara ini sangat menginspirasi, terutama bagi kami sebagai mahasiswa yang bertugas menjaga kebudayaan dan identitas bangsa. Cerita Wahyu Katentreman mengajarkan kita bahwa ketenangan bisa dicapai melalui sikap yang bijak dan damai, yang sangat relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Baca Juga : Pengawasan Penyelenggaraan Pilkada 2024 Makin Ketat
Pementasan tersebut juga mendapat dukungan masyarakat sekitar. Tidak hanya kalangan akademisi, masyarakat umum pun turut berpartisipasi dalam acara ini. Priyono, salah seorang warga Jember yang hadir, menyatakan harapannya agar seni wayang kulit bisa terus dilestarikan. “Wayang kulit adalah warisan yang sangat berharga. Saya senang melihat banyak anak muda yang mau melestarikan budaya ini. Harapannya, pementasan seperti ini bisa rutin diadakan, agar generasi penerus tidak lupa dengan akar budaya kita,” ungkap Priyono.
Pementasan wayang kulit dalam rangka HUT FIB UNEJ ke-60 ini menunjukkan bahwa budaya tradisional tetap memiliki tempat di hati masyarakat. Dengan antusiasme yang tinggi dari berbagai kalangan, diharapkan acara serupa dapat lebih sering diadakan sebagai bentuk nyata upaya pelestarian budaya dan edukasi bagi generasi muda. (RenPam)