JEMBER, www.jembertoday.net – Kerukunan antar umat beragama dan aliran kepercayaan di Kabupaten Jember masih baik. Untuk tetap menjaga keharmonisan dalam keberagaman tersebut Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jember terus menjalin silaturahmi di antara tokoh-tokoh agama.
Bakesbangpol menggelar sarasehan kerukunan umat beragama dengan tema “Meneguhkan persaudaraan untuk kemajuan Jember” di Hotel Luminor Jember, Selasa, (10/12/2024).
Bakesbangpol mengundang 150 orang tokoh agama, organisasi agama, organisasi pemuda berbasis agama, penghayat kepercayaan dan pengurus FKUB. Mereka adalah pengurus PCNU, muhammadiyah, LDII, IPNU, IPPNU, ISNU, Muslimat NU, Fatayat, Al Irsyard, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik, PGI, Binmas Kristen/Katolik, Walubi dan Palisade Hindu Dharma.
Kepala Bakesbangpol Jember, Sigit Akbari, mengatakan, bahwa tujuan sarasehan itu adalah meningkatkan pemberdayaan FKUB, dewan penasihat FKUB, pemuka, tokoh, pemuda lintas agama, aliran kepercayaan, dalam berperan menciptakan persaudaraan dalam membangun Jember.
Nilai kemanfaatan bagi peserta adalah memberikan pemahaman demi terwujudnya Jember yang makin rukun, aman dan damai.
Asisten bidang pemerintahan dan Kesra Pemkab Jember, Zamroni, datang mewakili Wakil Bupati Jember, Gus Firjaun, yang juga sebagai Ketua Penasihat FKUB Jember, yang tidak bisa hadir. Ia membacakan sambutan tertulis Gus Firjaun. “Kerukunan umat beragama merupakan pilar penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Didalamnya terkandung kekayaan dan tantangan untuk membangun harmoni kehidupan,” tulis Gus Firjaun.
Ia melanjutkan, untuk menjaga stabilitas kerukunan umat beragama perlu pemberdayaan kepada FKUB dan Dewan Penasihat FKUB serta meningkatkan peran serta para pemuka, tokoh pemuda lintas agama dan aliran kepercayaan.
Wakil Bupati Jember menilai FKUB telah bekerja dengan baik. Terbukti, selama beberapa tahun ke belakang tidak ada konflik agama yang menonjol di Jember. Gus Firjaun menegaskan dalam sambutannya, bahwa Pemkab Jember mendukung penuh partisipasi aktif masyarakat dalam membangun kerukunan umat beragama.
Sarasehan tersebut dibidangi oleh Kabid Ketahanan Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama dan Organisasi Masyarakat Bakesbangpol Kabupaten Jember, Juhenik.
Dalam sesi paparan, narsum pertama, Prof. Dr. H. Hepni, S.Ag, M.M., CPEM, Rektor UINKHAS Jember membahas tema, agama terpasung dalam dogmatis tetapi dan disandingkan dengan konflik.
Hepni mengatakan, tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kebencian terhadap agama lain, tetapi mengajarkan kebaikan. Jika ada kekisruhan atau konflik itu bukan orisinil agama itu sendiri. PBB telah menetapkan bahwa hidup rukun beragama adalah sebuah design. Bagaimana cara? Kembali kepada humanisme, papar Hepni.
Kedua, agama selalu tampil dalam 2 wajah. Di satu sisi, sumber kedamaian, persatuan, dan lain-lainnya dan di sisi lain ditampilkan tidak damai. “Keragaman dalam beragama buat saya, adalah sunahtullah, hukum alam. Sesungguhnya Tuhan menciptakan manusia itu dalam keberagaman, seandainya menciptakan manusia itu sama, itu sangat mudah. Tapi Tuhan sengaja membuat manusia tidak sama dengan tujuan berlomba dalam kebaikan,” terang Hepni.
Ketidakrukunan terjadi karena kegagalan manusia dalam memahami agama secara utuh.
Sedangkan narasumber kedua, Dr Abdul Muis Sonhaji, M.Pd, selaku Ketua FKUB Jember memberikan sosialisasi tentang regulasi mendirikan rumah ibadah.
Menurut Gus Muis, sapaannya, forum ini adalah miniatur Indonesia. “Jika kita bisa duduk bareng seperti ini saya yakin tidak ada konflik beragama,” kata Gus Muis membuka paparannya.
Dalam hal mendirikan rumah ibadah telah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri, (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri). Muis mengatakan FKUB Jember akan melihat konflik tersebut dengan 2 perspektif. Kondisi pertama, rumah ibadah yang tidak berijin lalu dipersoalkan oleh masyarakat sekitar maka FKUB akan menyarankan kepada pengelola rumah ibadah itu untuk menghentikan kegiatannya. Kondisi kedua, jika sudah ada ijin lalu disoal oleh warga sekitar maka FKUB akan mempertahankan rumah ibadah itu untuk memastikan warga tetap beribadah.
Kepada semua tokoh agama Gus Muis menyarankan, sebelum membangun rumah ibadah sebaiknya dikomunikasikan dulu dengan masyarakat sekitar. “Jika tidak maka akan terjadi sikap berburuk sangka (su’udon),” ungkap dia.
Selain mematuhi persyaratan umum dalam pendirian sebuah bangunan gedung juga ada Persyaratan khusus dalam membangun rumah ibadah;
– jumlah jemaah minimal 90 nama.
– dukungan masyarakat sekitar minimal 60 orang (KTP)
– Rekomendasi tertulis kakankemenag, FKUB.
Tetapi ada opsi lain, yaitu ijin sementara pemanfaatan sebagai tempat ibadah. Sesuai ketentuan, lebih mudah tapi berlaku 2 tahun.
Narasumber ketiga, Dr. Setyowati Karyaningtyas Akademi UNEJ profesi Dosen Prodi Ilmu Administrasi Negara dan Koordinator Matkul Pendidikan Pancasila, bicara soal Harmoni dalam perbedaan. “Para pendiri negara Indonesia sebelum mendeklarasikan Pancasila, terlebih dahulu datang dan meminta pendapat para tokoh agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha),” ucap Setyawati.
Ia menilai kegiatan sarasehan ini untuk meredam konflik. Harmoni dalam perbedaan di tengah globalisasi merupakan tantangan tersendiri yang perlu terus digelorakan, terlebih kepada generasi muda. (Sgt)